Jumat, 04 Mei 2012
Masak mie instan juga ada seninya
Suatu hari pulang kerja istri saya mengeluh si kecil gak mau makan karena pengin makan mie instan bikinan ayahnya. “Kenapa gak dibikinin!” kata saya kepada istri, “udah dibikinin tp gak dimakan, katanya bikinan ayah lebih enak...” ujar istri saya. Walaupun mie instan dimana mana sama, petunjuk cara memasaknya sudah ada, tapi tiap orang punya teknik yang berbeda dalam memasaknya. Beda perlakuan walaupun cuma se emprit menjamin rasa menjadi berbeda. Kalo saya lebih suka mie baik rebus atau goreng dengan teste mie yang masih agak keras ketika digigit. Ukuran mienya dijaga supaya masih sama dengan ketika masih belum dimasak, kalo mienya udah bengkak rasanya jadi kurang enak. Nah supaya tidak bengkak, mie dicemplungin ke air ketika air benar2 udah mendidih. Sambil menunggu bumbu dituang ke piring. Setelah mie mulai melemas buru2 diangkat untuk dimasukkan ke mangkok. Untuk mie rebus ada juga orang yang memasukkan bumbu saat mie masih dipanci. Saya kurang suka cara seperti itu karena kadang air dipanci masih kebanyakan sehingga bumbu jadi terasa hambar. Soal air atau kuah, memang jadi kontroversi.
Katanya air yang dipake memasak mie mengandung zat berbahaya seperti bahan pengawet atau lapisan lilin sehingga banyak yang menganjurkan agar diganti air baru untuk membuat kuahnya. Padahal dalam air rebusan banyak mengandung vitamin seperti zat besi, zinc, vitamin B1, B2, dan asam folat yang berasal dari mie, sayang jika harus dibuang. Sedangkan warna kuning itu berasal dari proses deep frying yang berkadar minyak tinggi. Proses deep frying dilakukan agar kadar air bisa ditekan sampai titik terendah, sehingga mi instan lebih awet.
Kadar minyak ini pasti tersisa pada mi dan menyebabkan mi instan mengilap, dan air rebusan jadi menguning dan berminyak. Karena itu selama ini aku selalu menggunakan air rebusan mie untuk kuahnya. Untuk menambah selera dan gizi bisa ditambahkan sayur, kornet, daging atau telor yang dimasukkan ke air sebelum mie. Sayuran paling enak untuk semangkok mie adalah brokoli, sayang brokoli susah didapat diwarung kecil dan harganya lebih mahal dari mienya sendiri. Bosen dengan mie goreng yang begitu gitu saja, kadang mie goreng yang udah jadi dicampur lagi sama telor kemudian digoreng lagi dengan mentega. Rasa bumbunya jadi semakin kuat dan lebih lezat (menurut saya :) ).
Satu hal lagi yang biasanya dihindari adalah memasak mie sekaligus beberapa di jadikan satu. Rasanya pasti gak karu-karuan. Penyebabnya adalah tingkat kematangan mienya tidak bisa merata sehingga cenderung mie menjadi terlalu matang alias membengkak. Tapi sebenarnya bagaimanapun caranya, memasaknya harus dengan hati. Ketulusan keiklasan dan cinta akan membuat mie menjadi terasa lebih lezat dihati. Itu ceritaku, bagaimana ceritamu? silahkan di share disini...
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar