Selasa, 01 Mei 2012

Kematian (sekedar tulisan untuk seorang kawan)


Di tengah kesimpangsiuran berita tentang kawan kita,apakah ia wafat atau tidak setelah mengalami kecelakaan lalu lintas yang dahsyat, di tengah perasaan duka yang mendalam ini saya dibombardir pertanyaan : makna apa yang dihadirkan oleh berita berpulangnya kawan kita di umurnya yang masih muda ini ?


Seorang penulis buku, Stephen.R. Covey pernah mengajarkan untuk menggunakan kematian sebagai titik untuk menarik garis ke depan, untuk kemudian membayangkan secara terus menerus : kita mau dikenang seperti apa di saat badan kita tidak bernyawa lagi ? Terus terang, saya berutang banyak kepada Covey dalam hal ini.

Setelah belajar, beberapa kali mengalami kehilangan orang-orang terkasih dan terdekat,berinteraksi dengan banyak orang, dibanting dan diangkat oleh hempasan gelombang kehidupan, saya sampai pada kesimpulan, tidak ada guru kehidupan yang lebih efektif dibandingkan dengan kematian. Lebih-lebih kematian orang-orang yang amat dekat dengan kehidupan kita.

Tidak ada manusia yang berdoa agar kehilangan orang-orang dekat yang amat dicintainya. Tidak ada orang yang bisa menghindari kematian. Siapapun manusianya, di depan kematian ia hanya mahluk yang amat tidak berdaya. Dalam ketidakberdayaan terakhir, hanya manusia bebal yang tidak mau berguru pada kematian.

Setiap kali melayat, apalagi kehilangan orang dekat, ada gunungan pertanyaan reflektif yang menghadang saya. Kenapa harus dia yang meninggal ? Kenapa di umurnya yang masih muda ? Kenapa harus sekarang ? Kenapa, kenapa dan kenapa ? Dan, semuanya hanya rangkaian pertanyaan yang tidak dan tidak akan pernah ada jawabannya.

Akan tetapi, berbeda dengan pertanyaan dalam ilmu pengetahuan yang lebih berguna kalau ada jawabannya, justru karena tidak ada jawaban absolut inilah, maka kematian akan terus menjadi guru amat reflektif dalam kehidupan.

Kendati saya sempat stres berat dengan kehilangan orang-orang terkasih, tetapi saya harus berterimakasih kepada Tuhan karena mengingatkan banyak hal fundamental dalam kehidupan melalui kematian.

Mengutip kata-kata bijak seorang penulis : 'When we're ready to die, what will we want to have done ? Did I learn to live wisely ? Did I love well ? Tabungan perbuatan baik, kebijakan dan love adalah tiga hal yang digaris bawahi penulis ini.

Jadi kesimpulannya : hanya ada satu puncak kehidupan - entah mau ditelusuri dari mana saja - ia bernama : LOVE.

Di tengah perasaan duka saya yang amat dalam, saya bertanya, adakah kabar yang belum pasti tentang kematian sahabat ini adalah peringatan bahwa tabungan love saya mesti perlu ditambah, ditambah dan ditambah ?

Entahlah, tidak ada manusia yang tahu saldo love-nya. Entah sudah positif, negatif. Apa lagi memperhitungkan bunga yang bisa dinikmati. Semuanya serba diakhiri dengan tanda tanya besar. Seolah-olah mau menggaris bawahi bahwa tugas manusia dalam hidup hanya satu :MENABUNG CINTA.

Dan hal terakhir memang bisa dilakukan oleh siapapun dan di manapun. Murah dan meriah. Kendati demikian, toh banyak orang yang lupa dan alpa melakukannya. Mungkin untuk mengingatkan kelupaan dan kealpaan terakhir, kematian itu ada....

*Untuk Tejo Hudoro,meski kita tak terlalu akrab, terimakasih karena kau telah kembali menegurku, doaku untukmu....*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar