Senin, 01 Desember 2014

Kemoterapi , horor buat penderita kanker (bagian ke 6)

chemotherapy-448578_640

jika ingin mengikuti dari awal silahkan baca tulisan sebelumnya :
Lega rasanya mendapat rekomendasi dokter kemoterapi senior. Walapun selalu bermimik serius tetapi orangnya cukup komunikatif. Setelah mempelajari rekam medisku, pak Dokter langsung membuat surat pengantar ke dokter radiologi. Katanya aku akan menjalani kemoterapi berbarengan dengan radiologi sambil menitip pesan kalo jadwal kemo akan mengikuti jadwal radiologi.

Di RS Dharmais dalam menangani pasien dokter tidak berkerja sendiri sendiri. Setiap dokter memiliki tim sendiri sendiri. Seperti saya antara dokter THT, dokter kemo dan radiologi merupakan satu tim. Selain memudahkan koordinasi juga akan cepat menemukan solusi ketika ada masalah.
Berbekal surat dari dokter kemoterapi akhirnya menghadaplah ke dokter radioterapi. Ternyata bu dokter radioterapi ini jauh lebih senior lagi. Walaupun sudah sepuh tp gerakannya masih lincah dan konon termasuk dokter paling laris.
Kembali lagi semua catatan dan hasil lab dichek ulang. Sambil memeriksa bu dokter mendengarkan ceritaku soal kronologis dari awal sampai ketemu bu dokter ini. Sampai akhirnya pada hasil CT Scan. "CT Scan ini setelah operasi atau sebelum operasi ?" tanyanya. Aku bilang setelah operasi dok.
Dia langsung bilang "gak bisa kalo begini, lihat ini pak sebarannya udah banyak banget disini... " kata dia sambil menunjukkan gambar hasil ctscan. Tanpa menunggu waktu lagi bu dokter langsung menelepon dokter kemo kemudian terjadilah sedikit diskusi diantara mereka.
Akhirnya dokter radiologi memutuskan untuk dilakukan kemoterapi terlebih dahulu karena jika dipaksakan dengan rencana awal tidak akan efektif. Jadi tujuan kemoterapi dulu adalah untuk mengecilkan ukuran kanker sebelum ditembak dengan penyinaran karena dengan ukuran dan sebaran yang ada jika langsung disinar tidak akan efektif.
Sebagai pasien tentu saja aku pasrah aja dengan keputusan ini. Bagi penderita kanker kemoterapi adalah horor. Berbagai cerita horor saat menjalani kemoterapi aku terima dari banyak orang. Sampai sampai om saya menyarankan untuk sebisa mungkin menghindari kemoterapi.
Upaya mencari second opinion juga aku lakukan untuk menghindari kemoterapi. Lewat bantuan saudara yang kebetulan kerja di RS pemerintah di Bandung aku mencoba berkonsultasi jarak jauh. Semua hasil pemeriksaan aku kirim lewat hp kemudian di tunjukkan ke dokter yang katanya dokter untuk kanker terbaik di Bandung. Ternyata hasilnya sama tidak ada jalan lain selain kemo dan sinar.
Buat saya keputusan untuk menjalani kemoterapi adalah keputusan yang tidak sulit. Kenapa? seberapa berat cerita horor tentang kemoterapi buat menjadi tidak punya pilihan. Pengen tetap bisa menjalani hidup dengan menjalani kemoterapi atau menghindari penderitaan selama kemoterapi tetapi kematian menunggu.
Saya sangat percaya hidup mati rejeki dan jodoh adalah garis yang sudah ditentukan oleh Allah. Kalaupun harus mati saat menderita kanker, bukan kanker penyebab kematian tetapi memang sudah waktunya takdir yang sudah ditetapkan Allah, kanker hanyalah cara untuk menuju kesana. Tetapi sebagai muslim kita wajib berinhtiar dan berdoa. Akhirnya saya putuskan untuk menjalani pengobatan dengan kemoterapi dan radioterapi. Tekat yang begitu kuat untuk sembuh berhasil mengalahkan rasa takut menghadapi resiko kemoterapi.
Akhirnya waktunya tiba untuk menjalani kemo yang pertama. Proses kemo diawali dengan masa persiapan setengah jam sebelum kemo dilakukan. Infus dipasang dan obat obat untuk mengantisipasi efek dari kemoterapi seperti anti mual disuntikkan.
Sebelumnya karena saya masuk sebagai pasien pribadi (bukan BPJS) disarankan untuk menggunakan obat kemoterapi terbaik yang harganya sangat fantastis untuk ukuran saya. Sekali kemo termasuk kamar kelas II bisa menembus angka 24 juta rupiah.
Dengan obat yang muahal tersebut waktu kemo bisa dipersingkat hanya dua jam saja sehingga waktu perawatan cukup 1-2 hari saja. Sebagai perbandingan jika kita menggunakan BPJS dibutuhkan waktu perawatan 1 minggu.
Soal kelas kamar ini ada cerita menarik. Semenjak BPJS diluncurkan pada awal tahun ini pasien RS Dharmais langsung meningkat tajam. Untuk mendapatkan perawatan di kamar RS sulitnya luar biasa bahkan untuk pasien yang membayar sendiri. Dibutuhkan waktu antrian antara 1-2 minggu untuk bisa dirawat.
Terpaksa saya mencari link ases ke dalam rumah sakit supaya saya bisa menjalani pengobatan tepat waktu. Alhamdulillah akhirnya saya mendapat kamar kelas dua tepat waktu sesuai jadwal dokter.
Balik lagi ke proses kemo, setelah menunggu setengah jam akhirnya obat kemo dimasukkan lewat selang infus. Saya belum pernah melihat langsung obat kemo, kata susternya sih obat kemo merupakan campuran beberapa jenis obat sesuai resep dokter yang dimasukkan ke dalam kantong infus. Karena proses peracikan inilah kita harus menunggu sampai setengah hari.
Sepertinya obat kemo adalah obat keras. Petugas yang memasang obat kemopun harus menggunakan pakaian khusus dengan pelindung khusus di bagian depan sarung tangan dan masker. Kantung obatnya disimpan dalam box khusus dan dilindungi kertas karbon. Pantas saja reaksinya demikian hebat ketika dimasukkan ke tubuh manusia.
Reaksi yang umum terjadi ketika obat dimasukkan adalah rasa mual yang tidak bisa ditahan. Kapan itu terjadi tergantung daya tahan tubuh. Ada yang langsung muntah ketika obat dimasukkan ada juga yang bereaksi biasa saja. Beruntung saya termasuk yang tidak langsung merasakan reaksi obat.
Proses kemo berlangsung lancar, setelah selesai tahap selanjutnya adalah pembilasan dengan memasukkan cairan infus biasa. Terhitung masuk kamar siang kemudian menunggu obat sampai proses kemo selesai, pemulihan besoknya sudah bisa pulang.
Karena tidak mendapat reaksi dari obat kemo saya pun bisa pulang kerumah dengan menyetir mobil sendiri. Tetapi malam hari pertama di rumah horor kemo baru dimulai. Badan rasanya seperti dibakar, pegel2 sampai tulang, mual, nafsu makan hilang, mati rasa dimulut hingga diare yang bisa berhenti padahal semua obat penawarnya sudah dimakan.
Waktu menjadi demikian panjang, hari demi hari kondisi badan kian melemah seiring asupan makanan yang semakin sedikit. Tidur mulai tidak nyenyak akibat panas badan terus mendera. Untuk menjaga semangat aku tidak mau memikirkan kemo kedua ketiga dan seterusnya, yang dipikirin cuma bagaimana bisa makan banyak supaya segera pulih.
Memasuki minggu kedua rambutpun mulai rontok, sedikit demi sedikit rambutpun tak mau menempel dikepala. Sedih rasanya setiap mengusap kepala rambut menempel di tangan. Tidak tega melihat kondisi demikian akhirnya saya pergi tukang potong rambut minta digunduli sekalian.
Kondisi tersebut berlangsung hingga 2 minggu. Memasuki minggu ketiga kondisi badan mulai pulih, nafsu makan telah kembali. Berat badanpun kembali normal untuk persiapan kemo kedua. Kemo pertama buat saya adalah masa pembelajaran untuk memahami reaksi badan terhadap kemo untuk menghadapi kemo selanjutnya.
gambar : pixabay.com

1 komentar: