Senin, 24 November 2014

Masa observasi, lama dan menegangkan (bagian ke 3)

kanker-nasofaring(jika ingin mengikuti dari awal silahkan baca tulisan sebelumnya : klik bagian 1 dan bagian 2)
Tidak seperti penyakit biasa, begitu ketemu dokter tulis resep dibeli diminum selesai urusan, penyakit kanker membutuhkan observasi yang lengkap dan teliti. Karena kadang ada beberapa penyakit kanker memiliki gejala yang hampir sama tetapi tindakan medis dan obatnya jauh berbeda.
Berdasarkan pengalaman saya pribadi, pemegang peran pertama adalah dokter bedah onkologi. Dokter onkologi mendiasnosa ada tidaknya gejala kanker ditubuh kita. Dokter bedah onkologi ini yang melakukan biopsi pertama pada benjolan di leher untuk kasus saya.
Karena posisi kanker nasofaring ada pada wilayah antara hidung telinga dan tenggorokan yang merupakan wilayah kerja dokter THT, jika kanker mengarah pada kanker Nasofaring pasien akan dioper ke dokter THT.
Dokter THT akan memastikan jenis kanker dengan melakukan obsevasi lebih detail pada daerah THT. Secara fisik benjolan kanker dapat dilihat melalui hidung menggunakan alat seperti kabel yang dilengkapi kamera atau dalam bahasa kesehatan disebut endoskopi. Ada juga dokter yang melihat melalui mulut menggunakan alat seperti cermin kecil.
Yang penting ditekankan disini, berdasarkan pengalaman dari beberapa pasien kanker Nasofaring (KNF). Banyak penderita KNF yang baru mengetahui kondisinya setelah berbulan bulan akibat kegagalan dokter THT mendeteksi gejala kanker secara dini.
Saya tanya tindakan dokter THT ketika pertama kali berobat hampir sama cuma diberi obat flu karena mengira hanya peradangan biasa. Ini masih bisa dimaklumi karena berkaitan dengan kasus kanker yang tidak banyak dan jam terbang terutama dokter-dokter di daerah.
Untuk memastikan jenis kanker, dokter THT kemudian melakukan biopsi pada benjolan yang terdapat pada faring (antara telinga, hidung dan tenggorokan). Hasil biopsi ini baru diketahui sekitar seminggu kemudian.
Begitu hasil biopsi keluar yang menyatakan menguatkan hasil tes berikutnya. Aku langsung menanyakan langkah-langkah selanjutnya yang harus dilakukan. Dokter THT keduaku merekomendasikan dua tempat sebagai rujukan untuk proses pengobatan selanjutnya karena RS tempat aku konsultasi tidak memiliki fasilitas dan dokter untuk perawatan kanker.
Dua rumah sakit tersebut adalah RSCM dan RS Dharmais. Tanpa menunggu waktu lama langsung saja aku berburu informasi dari internet dan teman-teman yang memiliki pengalaman di kedua rumah sakit tersebut.
Beruntung aku memiliki teman kantor yang pernah berurusan dengan keduanya saat dia merawat orang tuanya yang terkena kanker juga. Dari hasil diskusi yang mempertimbangkan banyak hal aku memutuskan untuk memilih RS Dharmais untuk kelanjutan pengobatanku.
Walaupun aku sudah melalui proses dua dokter (onkologi dan THT) ternyata aku disarankan oleh bagian informasi untuk mengulang dari awal proses yaitu konsultasi dulu dengan dokter bedah onkologi.
Berbekal dua kali hasil biopsi dari pemeriksaan sebelumnya aku menghadap dokter onkologi RS Dharmais. Setelah melihat hasil lab yang aku berikan pak dokter merasa informasinya sudah cukup untuk langsung dirujuk ke dokter THT.
Hari itu juga aku langsung menghadap dokter THT Dharmais yang namanya dr Budi. Alhamdulillah disinilah aku mendapat pencerahan yang menenangkan hati saya. Kegundahan yang saya alami selama dua minggu langsung sirna setelah mendapat informasi dari dr Budi ini.
Penyakitnya sih masih sama KNF, tetapi dokter yang tiap hari bergelut dengan penyakit kanker ini membesarkan hati saya dengan menyatakan bahwa banyak pasien beliau datang dengan kondisi lebih parah dari saya bisa sembuh.
Mungkin karena pengalamannya dr Budi mampu berkomunikasi dengan baik dan memberikan motivasi dengan meyakinkan sehingga ketika kita keluar dari ruangan saya dan istri saya kembali bisa tersenyum dan kembali bersemangat untuk terus berjuang!
Selanjutnya saya harus menjalani pemeriksaan selanjutnya untuk mendeteksi tingkat sebaran kanker dengan tes USG, Bone scan dan tes darah. USG dilakukan untuk mengetahui kondisi organ tubuh sekitar dada seperti paru, hati dan ginjal.
Bone scan adalah prosedur pemeriksaan menggunakan bahan radioaktif untuk memperlihatkan dan mengidentifikasi abnormalitas yang terjadi pada tulang – tulang didalam tubuh. Dengan demikian kita bisa melihat kemungkinan penyebaran kanker pada tulang.
Alhamdulillah pada tes USG dan Bone scan memperoleh hasil baik (bersih) yang artinya kemungkinan besar kanker yang saya derita belum menyebar ke organ tubuh yang lain
Tes darah harus dilakukan untuk mengetahui tingkat perkembangan virus VEB dan sebagai penanda bahwa seseorang telah terkena kanker Nasofaring (KNF). Hasil lab ini nantinya akan dibandingkan dengan hasil lab setelah periode pengobatan. Ada tiga pengujian yang dilakukan yaitu Anti EBV EA IgA, Anti EBV VCA IgA dan Anti EBV EBNA IgA
Seseorang telah dianggap mengidap KNF apabila pada pengujian Anti EBV EA IgA dan Anti EBV VCA IgA memiliki nilai diatas 12 U/m dan berada digaris ambang batas apabila memiliki nilai 8-12 U/mL. Selain itu pada uji Anti EBV EBNA IgA memiliki nilai diatas 1,2 U/mL dan pada garis ambang batas apabila memiliki nilai 0,8-1,2 U/mL.
Saya sendiri berdasarkan hasil lab yang saya terima pada pengujian Anti EBV EA IgA memiliki nilai 10,3 yang berarti berada di ambang batas toleransi, kemudian pda pengujian Anti EBV VCA IgA memiliki nilai jauh di atas ambang batas yaitu 57,6. Sedangkan pengujian Anti EBV EBNA IgA memiliki nilai 0,990 yang berada di ambang batas.
Tes darah ini sendiri pengujiannya memerlukan waktu yang cukup lama mencapai 3 minggu. Dr THT biasanya menyarankan sambil menunggu hasil bisa diteruskan berkonsultasi dengan dokter spesialis kemo.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar